Langsung ke konten utama

PERINTAH BIRRUL WALIDAIN

Kita telah mengetahui perintah Allah dan Rasul-Nya untuk berbakti kepada orang tua, dan betapa agungnya kedudukan birrul walidain dalam Islam hingga Allah sandingkan dengan perintah bertauhid

Maka pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara berbakti kepada orang tua?

Berikut ini beberapa adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua:


1. Berkata-kata dengan sopan dan penuh kelembutan, dan jauhi perkataan yang menyakiti hati mereka

Allah Ta’ala berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”

(QS. Al Isra: 23).

Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat 

[فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ]:

أي لا تسمعهما قولا سيئا حتى ولا التأفيف الذي هو أدنى مراتب القول السيئ

“Maksudnya jangan memperdengarkan kepada orang tua, perkataan yang buruk. Bahkan sekedar ah yang ini merupakan tingkatan terendah dari perkataan yang buruk” 

(Tafsir Ibnu Katsir).


2. Bersikap tawadhu’ kepada orang tua dan sikapilah mereka dengan penuh kasih sayang

Allah Ta’ala berfirman:


وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا


“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.”

(QS. Al Isra: 24).


3. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang tajam, tidak bermuka masam atau wajah yang tidak menyenangkan


4.Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua

Dalil kedua adab di atas adalah hadits Al Musawwir bin Makhramah mengenai bagaimana adab para Sahabat Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,

disebutkan di dalamnya:

وإذا تكَلَّمَ خَفَضُوا أصواتَهم عندَه ، وما يُحِدُّون إليه النظرَ؛ تعظيمًا له

“jika para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah” 

(HR. Al Bukhari 2731).

Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan:

“setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.


5. Tidak mendahului mereka dalam berkata-kata

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ’anhu beliau berkata:

كنَّا عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ فأتيَ بِجُمَّارٍ، فقالَ: إنَّ منَ الشَّجرةِ شجَرةً، مثلُها كمَثلِ المسلِمِ ، فأردتُ أن أقولَ: هيَ النَّخلةُ، فإذا أنا أصغرُ القومِ، فسَكتُّ، فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ: هيَ النَّخلةُ

“kami pernah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Jummar, kemudian Nabi bersabda: ‘Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu Umar berkata: ‘sebetulnya aku ingin menjawab: pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda di sini maka aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma'” 

(HR. Al Bukhari 82, Muslim 2811).

Ibnu Umar melakukan demikian karena adanya para sahabat lain yang lebih tua usianya walau bukan orang tuanya. 

Maka tentu adab ini lebih layak lagi diterapkan kepada orang tua.


6. Lebih mengutamakan orang tua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi

Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara lainnya. 

Dalilnya adalah hadits dalam Shahihain tentang tiga orang yang ber-tawassul dengan amalan shalih yang salah satunya bertawassul dengan amalan baiknya kepada orang tua, diantara ia melakukan iitsaar kepada orang tuanya.

Hadits ini telah disebutkan pada materi yang telah lalu, walhamdulillah.


7. Dakwahi mereka kepada agama yang benar

Allah Ta’ala berfirman:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا

“Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”” 

(QS. Maryam: 41-45).


8.Jagalah kehormatan mereka

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampais) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” 

(HR. Bukhari).


9. Berikan pelayanan-pelayanan kepada orang tua dan bantulah urusan-urusannya

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

المسلمُ أخو المسلمِ ، لا يَظْلِمُه ولا يُسْلِمُه ، ومَن كان في حاجةِ أخيه كان اللهُ في حاجتِه ، ومَن فرَّجَ عن مسلمٍ كربةً فرَّجَ اللهُ عنه كربةً مِن كُرُبَاتِ يومِ القيامةِ ، ومَن ستَرَ مسلمًا ستَرَه اللهُ يومَ القيامةِ


“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya dalam bahaya. barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya sesama Muslim, maka Allah akan penuhi kebutuhannya. barangsiapa yang melepaskan saudaranya sesama Muslim dari satu kesulitan, maka Allah akan melepaskan ia dari satu kesulitan di hari kiamat. barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat” 

(HR. Al Bukhari no. 2442)


10. Jawablah panggilan mereka dengan segera

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda:

فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ

“Suatu hari datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai engkau melihat wajah pelacur” 

(HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Adabil Mufrad).


11.Jangan berdebat dengan mereka, jangan mudah menyalah-nyalahkan mereka, jelaskan dengan penuh adab

Sebagaimana dialog Nabi Ibrahim ‘alahissalam dengan ayahnya.

Sebagaimana juga diceritakan oleh ‘Aisyah Radhiallahu’anha:

“Kami keluar bersama Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pada beberapa perjalanan beliau.

Tatkala kami sampai di Al-Baidaa atau di daerah Dzatul Jaisy, kalungku terputus.


Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam pun berhenti untuk mencari kalung tersebut.

Orang-orang yang ikut bersama beliau pun ikut berhenti mencari kalung tersebut. 

Padahal mereka tatkala itu tidak dalam keadaan bersuci (dalam keadaan berwudu) dan tidak membawa air.

Sehingga orang-orang pun berdatangan menemui Abu bakar Ash-Shiddiq dan berkata, ‘Tidakkah engkau lihat apa yang telah dilakukan oleh Aisyah? 

Ia membuat Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam dan orang-orang berhenti padahal mereka tidak dalam keadaan bersuci dan tidak membawa air. 

Maka Abu Bakar pun menemuiku, lalu ia mengatakan apa yang dikatakannya. Lalu ia memukul pinggangku dengan tangannya.

Tidak ada yang mencegahku untuk menghindar kecuali karena Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam yang sedang tidur di atas pahaku. 

Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wasallam terus tertidur hingga subuh dalam keadaan tidak bersuci. 

Lalu Allah menurunkan ayat tentang tayammum. Usaid bin Al-Hudhair mengatakan, “Ini bukanlah awal keberkahan kalian wahai keluarga Abu Bakar”. 

Lalu kami pun menyiapkan unta yang sedang aku tumpangi, ternyata kalung itu berada di bawahnya”. (HR. An Nasa-i no.309, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa-i).


12.Segera bangkit menyambut mereka ketika mereka masuk rumah, dan ciumlah tangan mereka

Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَآهَا قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا فَجَاءَ بِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ. وَكَانَتْ إِذَا أَتَاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحَّبَتْ بِهِ ثُمَّ قَامَتْ إِلَيْهِ فَقَبَّلَتْهُ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika melihat putri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Fathimah) datang ke rumah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambut kedatangannya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri lalu berjalan menyambut, menciumnya, menggandeng tangannya lalu mendudukkannya di tempat duduk beliau. Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fathimah radhiyallahu anhuma , maka Fathimah menyambut kedatangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bangkit dan berjalan kearah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mencium (kening) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” 

(HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, Ibnu Qathan dalam Ahkamun Nazhar[296] mengatakan: “semua perawinya tsiqah”).


13. Jangan menganggu mereka di waktu mereka istirahat

Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nur ayat 58 

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِيَسْتَـْٔذِنكُمُ ٱلَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَـٰنُكُمْ وَٱلَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا۟ ٱلْحُلُمَ مِنكُمْ ثَلَـٰثَ مَرَّـٰتٍۢ ۚ مِّن قَبْلِ صَلَوٰةِ ٱلْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ ٱلظَّهِيرَةِ وَمِنۢ بَعْدِ صَلَوٰةِ ٱلْعِشَآءِ ۚ ثَلَـٰثُ عَوْرٰتٍۢ لَّكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌۢ بَعْدَهُنَّ ۚ طَوَّـٰفُونَ عَلَيْكُم بَعْضُكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍۢ ۚ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّـهُ لَكُمُ ٱلْءَايَـٰتِ ۗ وَٱللَّـهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

(yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan sesudah sesudah shalat Isya’. 

(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. 

Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu.

Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). 

Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

{Qs An Nuur 24:58}


14.Jangan berbohong kepada mereka


Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasalam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ؛ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَالْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتب عند الله كذاباً

“Wajib bagi kalian untuk berlaku jujur. Karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada perbuatan fajir (maksiat) dan perbuatan fajir membawa ke neraka. Seseorang yang sering berdusta, akan di tulis di sisi Allah sebagai kadzab (orang yang sangat pendusta)” 

(HR. Muslim no. 2607).

Berbohong adalah dosa besar. Lebih lebih jika dilakukan terhadap orang tua, lebih besar lagi dosanya.


15.Jangan pelit untuk menafkahi mereka

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ

Mulailah dari dirimu sendiri, engkau beri nafkah dirimu sendiri. Jika ada lebih maka untuk keluargamu. Jika ada lebih maka untuk kerabatmu” 

(HR. Muslim no.997).

Maka orang tua adalah orang yang paling berhak dinafkahi setelah diri sendiri dan keluarga. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa seorang anak wajib menafkahi orang tuanya jika memenuhi dua syarat:


1. Orang tua dalam keadaan miskin

2. Sang anak dalam keadaan mampu menafkahi

Jika dua kondisi ini tidak terpenuhi, maka tidak wajib.


16.Sering-seringlah mengunjungi mereka

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أنَّ رجلًا زارَ أخًا لَهُ في قريةٍ أخرى ، فأرصدَ اللَّهُ لَهُ على مَدرجَتِهِ ملَكًا فلمَّا أتى عليهِ ، قالَ : أينَ تريدُ ؟ قالَ : أريدُ أخًا لي في هذِهِ القريةِ ، قالَ : هل لَكَ عليهِ من نعمةٍ تربُّها ؟ قالَ : لا ، غيرَ أنِّي أحببتُهُ في اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، قالَ : فإنِّي رسولُ اللَّهِ إليكَ ، بأنَّ اللَّهَ قد أحبَّكَ كما أحببتَهُ فيهِ

“Pernah ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, Malaikat tersebut bertanya: “engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan: “sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya“ 

(HR Muslim no.2567).

Saling mengunjungi sesama Muslim sangat besar keutamaannya, lebih lagi jika yang dikunjungi adalah orang tua.


17. Jika ingin meminta sesuatu kepada mereka, mintalah dengan lemah lembut

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَا تُلْحِفُوا فِي الْمَسْأَلَةِ، فَوَاللهِ، لَا يَسْأَلُنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا، فَتُخْرِجَ لَهُ مَسْأَلَتُهُ مِنِّي شَيْئًا، وَأَنَا لَهُ كَارِهٌ، فَيُبَارَكَ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتُهُ

“Jangan kalian memaksa jika meminta. Demi Allah, jika seseorang meminta kepadaku sesuatu, kemudian aku mengabulkan permintaannya tersebut dengan perasaan tidak senang, maka tidak ada keberkahan pada dirinya dan apa yang ia minta itu”

(HR. Muslim no. 1038).

Meminta kepada orang lain dengan memaksa adalah akhlak yang buruk, lebih lagi jika yang diminta adalah orang tua.


18. Jika orang tua dan istri bertikai maka berlaku adillah

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

(QS. Al Maidah: 8).


19. Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan- urusanmu

Ajaklah orang tua untuk berdiskusi dalam masalah- masalahmu. 

Allah Ta’ala berfirman:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan- urusanmu” 

(QS. Al Imran: 159).


20. Berziarah kubur mereka dan sering-sering doakan mereka

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب ، وتدمع العين ، وتذكر الآخرة ، ولا تقولوا هجرا

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah”

(HR. Al Haakim no.1393, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’, 7584)

Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

Wabillahi at taufiiq was sadaad.


Penyusun:

Yulian Purnama, S.Kom. Hafizhahullah

{1} Disarikan dari kitab Fiqhu at Ta’amul Ma’al Walidain, 

karya Syaikh Musthafa Al ‘Adawi dan Kaifa Nurabbi Auladana karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu


================


Disalin oleh Muhammad Syarif

*Kamis- 10-Rabiul awwal-1444

06-Oktober-2022*

===================

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM UPA-UPA/TEPUNG TAWAR MENURUT ISLAM

Adat istiadat pada asalnya hukumnya boleh selama tidak bertentangan dengan Syari'at, sebagaimana kaedah mengatakan: العادة الإباحة مالم تخالف الشرع " Adat itu diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan Syari'at ". Semua adat istiadat yang ada di dalam masyarakat kaum muslimin semuanya boleh diikuti selama tidak bertentangan dengan Syari'at islam, namun perlu digaris bawahi bahwa adat istiadat adalah peninggalan nenek moyang yang seharus hati hati dan teliti, karena yang namanya nenek moyang itu banyak diantara mereka yang masih terpengaruh dengan adat istiadat luar, maka hendaknya dikaji secara cermat.  Adat Upa upa adalah istilah adat istiadat yang dikenal di wilayah Sumatera bagian utara dan khususnya daerah Tapanuli Selatan dan Mandailing, juga Tapanuli Utara atau Toba, di Indonesia umumnya dikenal masyarakat dengan nama Tepung tawar. Pengertian upa upa sendiri menurut Wikipedia ( silahkan buka di google) adalah: "Upa-Upa atau Mangupa adalah Upacara ad

JADIKANLAH SABAR DAN SHALAT SEBAGAI PENOLONGMU

Dalam dua ayat surat Al Baqarah, Allah memerintahkan bagi hamba-Nya untuk meminta pertolongan dengan sabar dan shalat. Allah Ta’ala berfirman, وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ “Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu” (QS. Al Baqarah: 45) Allah Ta’ala juga berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah: 153). ⚉ Sabar adalah kunci keberhasilan Syekh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan agar kita meminta pertolongan dalam setiap hal dengan bersabar dalam menghadapinya. Seorang hamba jika bersabar dan menunggu keberhasilan yang Allah berikan maka niscaya masalah yang dihadapinya akan menjadi r

PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN

 Keempat puluh empat: PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN[1] Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya: Menyekutukan Allah (syirik). Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya berdo’a, memohon syafa’at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat. Allah Ta’ala berfirman: إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya…” [An-Nisaa/4: 48] Dan Allah Ta’ala berfirman: إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرّ