Langsung ke konten utama

YANG PERTAMA KALI MENGATAKAN ORANG TU'A NABI ﷺ DINERAKA ADALAH NABI ﷺ SENDIRI, BUKAN WAHABI, BUKAN SALAFY BUKAN SI'APAPUN!!!

 Hal aneh apabila ada yang memaka'i perasa'an guna membela kebathilan dan mencampakkan dalil, demiki'anlah apabila hawa nafsu sudah berma'in. Semu'a akan ditolaknya dengan akal, ribu'an cara akan selalu ahlul bid'ah fikirkan untuk membela kebodohannya. Simaklah hadits-hadits ini:

📎.Hadits pertama:

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa ada sese'orang yang bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَيْنَ أَبِي؟

"Waha'i Rasulullah ﷺ di mana tempat kembali bapakku?”

فِي النَّارِ

"Di neraka."

Ketika orang tersebut berpaling, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilnya lantas berkata,

إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّار

"Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka."(Hadits Riwayat. Muslim, no. 203)

Dari hadits di atas kita bisa mengambil beberapa fa'edah yang kami sarikan dari penjelasan Imam Nawawi:

👉.Si'apa saja yang mati dalam ke'ada'an kafir, maka ia berada di neraka dan tidak bermanfa'at hubungan kelu'arga dekat.

👉.Dalam hadits ini dapat di'ambil pelajaran bahwa si'apa yang mati pada masa fatrah (masa kosong di antara du'a nabi) dan sa'at itu ada kebi'asa'an orang-orang Arab menyembah berhala, maka ia dihukumi sebaga'i penduduk neraka. Bukan berarti di masa itu mereka tidak mendapatkan dakwah. Bahkan dakwah dari Nabi Ibrahim dan para nabi la'innya sudah ada.

👉.Ini menunjukkan cara berga'ul Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat ba'ik. Kala'u orang tu'a Nabi Muhammad ﷺ sendiri dinyatakan di neraka dan itu memang terasa berat bagi belia'u. Orang tu'a dari orang yang bertanya pun demiki'an. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengungkapkan "ayahku dan ayahmu di neraka" menunjukkan bahwa belia'u merasa senasib dengannya dalam musibah.

Imam Nawawi rahimahullah membawakan judul bab untuk hadits di atas "Bab: Penjelasan mengena'i orang yang di atas kekafiran tempatnya di neraka. Syafa'at dan hubungan kerabat dekat tidaklah bermanfa'at untuknya." 

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempu'an yang mukmin, apabila Allah ﷻ dan Rasul-Nya telah menetapkan su'atu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang la'in) tentang urusan mereka. Dan barang si'apa mendurhaka'i Allah ﷻ dan Rasul-Nya maka sungguhlah di'a telah sesat, sesat yang nyata" (QS. al-Ahzâb [33]: 36)

📎.Hadits kedu'a:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: زَارَ النَّبِيُّ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِيْ أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِيْ وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِيْ أَنْ أَزُوْرَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِيْ فَزُوْرُوْا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ

Dari Abu Hura'irah berkata,"Nabi ﷺ pernah mendzi'arahi kubur ibunya, lalu belia'u menangis dan membu'at orang yang berada di sampingnya juga turut menangis kemudi'an belia'u bersabda,'Saya tadi meminta idzin kepada Rabbku untuk memohon ampun baginya (ibunya) tetapi saya tidak diberi idzin, dan saya meminta idzin kepada-Nya untuk mendzi'arahi kuburnya (ibunya) kemudi'an Allah ﷻ memberiku idzin. Berdzi'arah karena (dzi'arah kubur) dapat mengingatkan kemati'an.'"(HR. Imam Muslim dalam Shahîh-nya (976–977).

👤.Sya'ikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata mengomentari hadits ini:

"Ketahu'ilah waha'i sa'udaraku se'islam bahwa sebagi'an manusi'a sekarang dan sebelumnya juga, mereka tidak si'ap menerima hadits shahih ini dan tidak mengimani kandungannya yang menegaskan kufurnya kedu'a orang tu'a Nabi ﷺ. Bahkan sebagi'an kalangan yang di'anggap sebaga'i tokoh Islam mengingkari hadits ini berikut kandungannya yang sangat jelas.

Menurut saya, pengingkaran seperti ini pada hakikatnya juga tertuju kepada Rasulullah ﷺ yang telah mengabarkan demiki'an, ata'u minimal kepada para imam yang meriwayatkan hadits tersebut dan menshahihkannya. Dan ini merupakan pintu kefasikan dan kekufuran yang nyata karena berkonseku'ensi meragukan ka'um muslimin terhadap agama mereka, sebab tidak ada jalan untuk mengenal dan memahami agama ini kecu'ali dari jalur Nabi ﷺ sebaga'imana tidak samar bagi seti'ap muslim.

Jika mereka sudah tidak mempercaya'inya hanya karena tidak sesu'a'i dengan perasa'an dan hawa nafsu mereka maka ini merupakan pintu yang lebar untuk menolak hadits-hadits shahih dari Nabi ﷺ. Sebaga'imana hal ini terbukti nyata pada kebanyakan penulis yang buku-buku mereka tersebar di tengah ka'um muslimin seperti al-Ghazali, al-Huwa'idi, Bula'iq, Ibnu Abdil Mannan, dan sejenisnya yang tidak memiliki pedoman dalam menshahihkan dan melemahkan hadits kecu'ali hawa nafsu mereka semata.

Dan ketahu'ilah waha'i sa'udaraku muslim yang sayang terhadap agamanya bahwa hadits-hadits ini yang mengabarkan tentang ke'imanan dan kekufuran sese'orang adalah termasuk perkara gha'ib yang wajib untuk diimani dan diterima dengan bulat. Allah ﷻ berfirman:

الٓمٓ ﴿١﴾ ذَ‌ٰلِكَ ٱلْكِتَـٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًۭى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾ ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ يُنفِقُونَ ﴿٣﴾

"Alif lâm mîm. Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keragu'an padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yai'tu) mereka yang beriman kepada yang gha'ib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagi'an ridzeki yang Kami anugerahkan kepada mereka"(QS. al-Baqarah [2]: 1–3)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍۢ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۭا مُّبِينًۭا ﴿٣٦﴾

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempu'an yang mukmin, apabila Allah ﷻ dan Rasul-Nya telah menetapkan su'atu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang la'in) tentang urusan mereka. Dan barang si'apa mendurhaka'i Allah ﷻ dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata" (QS. al-Ahzâb [33]: 36)

Maka berpaling darinya dan tidak mengimaninya berkonseku'ensi du'a hal yang sama-sama pahit rasanya. Pertama: Mendustakan Nabi ﷺ. Kedu'a: Mendustakan para perawi hadits yang terpercaya.

Dan tatkala menulis ini, saya tahu betul bahwa sebagi'an orang yang mengingkari hadits ini ata'u memalingkan maknanya dengan maka yang batil seperti as-Suyuthi—semoga Allah ﷻ mengampuninya—adalah karena terbawa oleh sikap berlebih-lebihan dalam mengaggungkan dan mencinta'i Nabi ﷺ, sehingga mereka tidak terima bila kedu'a orang tu'a Nabi ﷺ seperti yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ, se'akan-akan mereka lebih sayang kepada orang tu'a Nabi ﷺ daripada Nabi ﷺ sendiri!!!" (Silsilah al-Ahâdits ash-Shahîhah no. 2592)

Sebenarnya ucapan para ulama salaf tentang aqidah ini banyak sekali. Namun, cukuplah kami nukil di sini ucapan al-Allamah Ali bin Sulthan Ali al-Qari,

"Telah bersepakat para ulama salaf dan khalaf dari kalangan sahabat, tabi'in, imam empat, dan seluruh ahli ijtihaj akan hal itu (kedu'a orang tu'a Nabi ﷺ di neraka) tanpa ada perselisihan orang setelah mereka. Adapun perselisihan orang setelah mereka tidaklah mengubah kesepakatan ulama salaf." (Adillah Mu'taqad Abi Hanifah fi Abawa'i Rasul, hlm. 84).

📎MEMVONIS ORANG TU'A NABI ﷺ DINERAKA BERARTI TIDAK BERADAB KATA HABIB FULAN???

Ada se'orang habib yang tidak usah kita sebut namanya, dia menghina dengan mengatakan bahwa wahabi itu gobl0k, kurang ajar dan tidak punya adab, karena memvonis orang tu'a Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ahli Narr/Neraka.

Untuk menjawab syubhat orang yang katanya cucu Nabi ﷺ ini sangatlah gampang dan ini sudah sering di bantah sebenarnya oleh para ulama.

👉.Bantahan pertama:

Yang (katanya) cucu Nabi ﷺ ini mengatakan bahwa Wahabi itu tidak punya adab, maka saya katakan justru dialah yang tidak punya adab, karena menolak hadits-hadits diatas yang membicarakan hal tersebut dan bahkan menyelisihi ijma' ulama salaf.

👉.Bantahan kedu'a:

Terpelesetnya Habib ini, disebabkan karena kurangnya pengetahu'an tentang apa itu adab yang sebenar-benar adab. Justru adab terhadap Nabi ﷺ itu adalah mengikuti dan menyetuju'i apa-apa yang Nabi ﷺ Khobarkan/kabarkan. Habib ini justru menyelisihi hadits tersebut dan 100 persen bisa kita katakan ia telah mengingkari hadits tentang itu.

Sekali lagi saya ulangi bahwa beradab terhadap Rasulullah ﷺ yang sebenarnya adalah mengikuti perintahnya dan membenarkan haditsnya, sedang kurang adab terhadap Rasulullah ﷺ adalah apabila menyelisihi petunjuknya dan menentang haditsnya. Allah ﷻ berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُقَدِّمُوا۟ بَيْنَ يَدَىِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ ﴿١﴾

"Ha'i orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahulu'i Allah ﷻ dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah ﷻ. Sesungguhnya Allah ﷻ Maha Mendengar lagi Maha Mengetahu'i" (QS. al-Hujurât: 1)

👉.Bantahan ketiga:

Habib ini menganggap bahwa memvonis ortu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dineraka berarti mencaci maki orang tu'a Nabi ﷺ. Kala'u seperti itu maka yang paling pertama yang mencaci orang tu'a Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah belia'u sendiri sebaga'i anaknya, bukankah belia'u yang mengucapkannya dalam haditsnya??

Sekali lagi demiki'anlah jika hawa nafsu yang berma'in, sungguh telah banyak kedusta'an yang nampak apabila manusi'a-manusi'a melawan dalil-dalil shahih bahkan menolaknya secara mentah-mentah, wallahul musta'an.

Demiki'an, Allahu A'lam.

✒Disusun Oleh: Reza al-Makassary Hafizhahullahu Ta'aala

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM UPA-UPA/TEPUNG TAWAR MENURUT ISLAM

Adat istiadat pada asalnya hukumnya boleh selama tidak bertentangan dengan Syari'at, sebagaimana kaedah mengatakan: العادة الإباحة مالم تخالف الشرع " Adat itu diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan Syari'at ". Semua adat istiadat yang ada di dalam masyarakat kaum muslimin semuanya boleh diikuti selama tidak bertentangan dengan Syari'at islam, namun perlu digaris bawahi bahwa adat istiadat adalah peninggalan nenek moyang yang seharus hati hati dan teliti, karena yang namanya nenek moyang itu banyak diantara mereka yang masih terpengaruh dengan adat istiadat luar, maka hendaknya dikaji secara cermat.  Adat Upa upa adalah istilah adat istiadat yang dikenal di wilayah Sumatera bagian utara dan khususnya daerah Tapanuli Selatan dan Mandailing, juga Tapanuli Utara atau Toba, di Indonesia umumnya dikenal masyarakat dengan nama Tepung tawar. Pengertian upa upa sendiri menurut Wikipedia ( silahkan buka di google) adalah: "Upa-Upa atau Mangupa adalah Upacara ad

PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN

 Keempat puluh empat: PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN[1] Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya: Menyekutukan Allah (syirik). Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya berdo’a, memohon syafa’at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat. Allah Ta’ala berfirman: إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya…” [An-Nisaa/4: 48] Dan Allah Ta’ala berfirman: إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرّ

JADIKANLAH SABAR DAN SHALAT SEBAGAI PENOLONGMU

Dalam dua ayat surat Al Baqarah, Allah memerintahkan bagi hamba-Nya untuk meminta pertolongan dengan sabar dan shalat. Allah Ta’ala berfirman, وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ “Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu” (QS. Al Baqarah: 45) Allah Ta’ala juga berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah: 153). ⚉ Sabar adalah kunci keberhasilan Syekh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan agar kita meminta pertolongan dalam setiap hal dengan bersabar dalam menghadapinya. Seorang hamba jika bersabar dan menunggu keberhasilan yang Allah berikan maka niscaya masalah yang dihadapinya akan menjadi r